Pages

Selasa, 04 Desember 2012

Memberi Kesempatan


Aku memulainya, di detik ini, sekarang juga
Entah mengapa tak kulakukan dari dulu,
mungkin aku terlalu bergantung pada kasih dan perhatian yang lain
atau karena terbutakan oleh rasa yang tak jelas.
Iya, aku memulainya sekarang
Belajar mengenalmu, belajar mencari tahu tentang dirimu
Aku belum yakin mampu menjadikanmu yang terbaik di posisi sebagaimana mestinya
Aku hanya ingin berusaha, paling tidak aku tak pernah mengeluarkan kata “menyesal” dari mulutku, karena telah melemparmu jauh keluar dari relung hati dan pikiranku
Aku memulainya detik ini, bukan demi siapa-siapa
Aku memulainya detik ini, tanpa syarat apa-apa…
(24/09/12)

Rabu, 07 November 2012

Undangan Penting Yang Tak Kunjung Tiba

Aku iri pada mereka. Mereka yang pernah berkunjung ke rumahmu. Bahkan banyak di antaranya yang telah berkali-kali menginjakkan kaki, menikmati indahnya jamuanmu. Sedangkan, aku hanya bisa menatap dari kejauhan. Hanya mampu mendengar cerita dari orang yang beruntung itu tentang betapa ramahnya dirimu, betapa murah senyum dirimu, betapa sabarnya dirimu mendengar keluh kesah para tamu, dan betapa luar biasanya jamuan yang kau berikan.
Aku hanya tersenyum sambil bercoleteh dalam hati. Celoteh ini berusaha kuarahkan untuk selalu berbaik sangka padamu. Undanganmu tak kunjung tiba, karena akku belum memenuhi syarat untuk menginjakkan kaki ke rumahmu.
Iya, secara penampilan aku belum santun. Pakaianku masih sangat minim. Saya yakin ini belum sopan dan santun di matamu. Kadang nampak soleh, tapi lebih sering nampak kurang ajar. Kadang begitu anggun, tapi lebih sering tampil tak karuan.Aku masih jauh dari kriteria terbaikmu.
Secara materi, aku tak punya apa-apa selain ketergantungan pada orang tua. Belum ada penghasilan yang bisa kugunakan untuk membantu yang lain. Ketergantunganku pada orang tua masih begitu besar. Untuk hidup sehari-hari pun, aku masih tak punya malu untuk mengemis kepada mereka. Aku belum mampu secara materi, terlebih non materi.
Secara pengetahuan, aku tak tahu banyak tahu tentang dirimu. Pengetahuanku hanya setitik air di dalam samudera pengetahuanmu. Aku masih jauh di bawah orang-orang yang pernah dan sedang kau undang ke rumahmu. Aku masih begitu bodoh dan tolol, hingga luas hijab untuk sekedar menyapamu dari kejauhan.  Jika pun kau mengundangku, aku pasti tak bisa mengimbangi pembicaraanmu, tak bisa membalas segala kebaikanmu.
Aku selalu berpikiran baik tentangmu, karena kutahu kau memang begitu baik. Cerita orang tentangmu membuatku yakin bahwa kau memang begitu bijak. Maka seharusnya sebagai orang yang ingin mengunjungimu pun aku harus berusaha menjadi baik dan bijak.
Tak perlulah aku berburuk sangka terhadap orang-orang yang kau undang. Walaupun, tak sedikit orang yang kau undang nampak biasa-biasa saja, bahkan terkesan memaksakan diri untuk nampak bijak di hadapanmu. Itu bukan urusanku. Biarkan mereka bersolek, mempercantik diri. Biarkan mereka memakai topeng segala rupa, aku tak peduli. Toh, yang berhak menghukumi kebaikan dan segala kebijakan hanya dirimu. Kebaikan orang-orang akan kau balas setimpal dengan kebaikanmu. Karena kau begitu bijaksana dan adil seadil-adilnya.
Yang jelas tak pernah berhenti di setiap asa, aku berharap mereka yang telah mengunjungimu rela memberi berkahnya sedikit padaku. Aku hanya berharap engkau rela memberiku satu undangan untuk singgah dan menikmati segala jamuan kebaikanmu. Aku hanya ingin lebih dekat denganmu, tak sekedar memandang rumahmu dari kejauhan. Tapi, benar-benar berada dalam rumah kasihmu.

Ini suratku kepadaMu..
Maaf atas ketidaksopananku mengirim surat ini. Ketidasopananku berbincang denganmu melalui surat layaknya berbincang dengan rekan sejawat.
Bukan itu maksudku. Aku tak bermaksud merendahkanmu dengan cara ini. Bukan sama sekali.
Aku hanya ingin begitu dekat denganMu..
Aku hanya ingin merasa begitu mudah bercerita denganMu..
Maaf..
Engkau tahu betapa inginnya diriku berkunjung ke BaitullahMu. Mudahkan jalan itu, segerakanlah undanganMu padaku.
Maaf sekali lagi, jika aku terkesan memaksa.
Karena Engkau Maha pemurah dari segala pemurah yang ada. Engkaulah Maha terbijak di antara yang bijak. Engkaulah yang paling dermawan di antara para dermawan.
Ijabalah suratku dengan undanganMu,, ya Ilahi…

Minggu, 21 Oktober 2012

Untukmu Ibu, Sang Pendidik Insan Tercerahkan

Setelah mengutak-atik folder yang ada di notebook, saya menemukan tulisan ini. Seingatku tulisan ini saya buat untuk memperingati hari ibu yang dilaksanakan oleh KOHATI Cab. Makassar Timur setahun lampau. Di setiap kata mengandung kekaguman dan doa, semoga yang terbaik selalu untuknya..Amin ya Rabb..

Untukmu Ibu, Sang Pendidik Insan Tercerahkan



Tiada kata yang mampu menggambarkan kebaikan dan kasih sayang seorang ibu kepada anaknya.
Tak ada kata mengeluh apalagi kekesalan yang berlebihan dari ibu atas perlakuan anaknya.
Terlalu besar pengorbanan seorang ibu, sehingga dia layak mendapatkan kedudukan terbaik di semesta alam.
Terlalu luas kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya, sehingga berjuta terima kasihpun dari segenap penjuru dunia tak mampu mengimbanginya.
Dialah ibu yang tak pernah lelap tidur sebelum anaknya pulang
Dialah ibu yang selalu tersenyum senang saat anaknya bergembira ria
Dialah ibu yang menjadi manifestasi Maha PenciptaNya Tuhan di muka bumi melalui rahimnya.
Dialah ibu yang tanpa dirinya, dunia akan hampa dan kosong dari gelak tawa, marah, tangis, teriakan dari anak manusia
Dialah ibu yang dari tangan-tangan pengasihnya kelak mendidik para insan tercerahkan di muka bumi
Dialah ibu yang dari pesan dan tutur katanya lahir pemimpin yang bijaksana dan selalu memperhatikan yang lemah
Dialah ibu yang dari cinta tulusnya membimbing seluruh umat menuju Kesempurnaan
Masih adakah alasan untuk melupakan seorang ibu?
Masih adakah alasan menjadi seorang ibu adalah pekerjaan yang sia-sia?
Masih adakah alasan untuk tak menghargai seorang ibu?
Masih adakah alasan untuk tak mencintai seorang ibu?
Jawabannya tidak.
Karena ibu adalah segala-galanya.
Karena ibu kita semua ada di sini menikmati berkah dan kasih dari yang Maha Kuasa
Karena ibu kita menjadi manusia yang tercerahkan, manusia yang bisa bermanfaat bagi yang lain.
Terima kasih ibu..
Terima kasih untuk segalanya yang pernah, sedang dan akan kau berikan kepada anakmu yang tak pernah puas ini.
Doamu adalah pintu kebaikan bagi kami.
Semoga senyum kebahagiaan tak pernah lepas dari wajahmu.

Selamat hari Ibu..
Hari ini hanya satu dari banyaknya hari yang hadir untuk mengagumi dan mencintaimu.
(HmI/KOHATI Cabang Makassar Timur)

Senin, 15 Oktober 2012

Kecewa dan Kebiasaan Kita untuk Menuntut



Ada ruang kecewa di hampir setiap jejak hidup.
Terlalu besarnya asa tanpa melihat realita yang ada mungkin menjadi alasan hadirnya sesuatu yang disebut kecewa.
Kecewa pun menjadi alasan untuk lari dari kenyataan.
Entah apa alasannya harus berlari.
Karena kecewa disertai ketidakmampuan mengubah arah,
atau kecewa bercampur aduk dengan keapatisan membuat kondisi ini harus ditinggalkan.
Riak itu memang selalu ada, karena ini adalah tempat yang penuh keterbatasan
Tempat yang tidak akan pernah mampu menampung berjuta asa dari semua makhluk
Tapi itu tak berarti berdiam diri menjadi jawaban dari semua kecewa
Kenapa kita selalu menuntut banyak pada sekeliling kita, padahal kita saja punya kemungkinan yang sama untuk mengecewakan yang lain?
Kenapa kita selalu menuntut orang mengerti kita, padahal kita tak mampu mengerti apa yang di sekitar kita rasakan?
Kenapa kita terlalu cepat menjatuhkan vonis bersalah terhadap yang lain, padahal kita tak pernah betul-betul mengetahui apa yang mereka lakukan?
Kenapa kita terlalu cepat kecewa dengan kondisi, sedangkan kita pun hanya mampu mengeluh tanpa bertindak?
Kenapa kita terlalu banyak berbicara, sedangkan mendengarkan yang lain saja kita tak pernah?
Iya..
Kita terlalu banyak menuntut tanpa berbuat.
Kita terlalu banyak berbicara tapi tuli akan cerita yang lain
Kita terlalu banyak merengek tanpa tahu kondisi yang lain
Kita terlalu asyik hidup dengan keluarbiasaan kita tanpa pernah melihat keterbatasan orang lain
Kita terlalu cinta terhadap diri sendiri, sampai kita selalu menutup kemungkinan lain untuk menilai bahwa kita tidak tahu terlalu banyak
Ini bentuk kekecewaan juga..
Iya.. Memang..
Kekecewaan besar terhadap diri sendiri yang masih selalu saja menilai orang lain dengan kacamata sendiri
Kekecewaan besar karena hanya mampu menghukumi orang lain dengan menggunakan pengetahuan yang sangat terbatas
Kekecewaan terhadap diri sendiri karena  tak mampu menyingkap rahasia di setiap sudut hati dan pikiran orang lain.
Kecewa hadir bukan karena yang lain, tapi karena keterbatasan berpikir di luar kebiasaan.

Menunggu Tanpa Jeda



Tiap hari hanya bisa mendengar dengusan napas orang-orang. Tiap hari hanya mampu menyenangkan hati orang sesaat. Tiap hari hanya mampu duduk diam mendengar kedongkolan orang-orang. Entah hadirku yang tak begitu tepat ataukah tempat yang kudiami tidak begitu tepat untuk membuat orang-orang yang datang merasa senang. Itulah tugasku. Menjadi pendengar dan menjadi tempat bersandar oleh siapapun mereka yang ingin menikmatiku.
Jika bisa kupersentasikan dari 20 orang yang mengunjungiku, 15 orang di antaranya harus pulang dengan muka kesal yang berlipat-lipat. Entah apa alasannya. Padahal udara di sini begitu sejuk, saat di luar sana matahari memanggang tubuh tanpa ampun sama sekali. Padahal ada air mineral dan secangkir minuman hangat yang tersedia gratis di sini, saat di luar sana butuh usaha untuk mendapatkan seteguk air. Jika itu belum cukup, ada seorang penunggu yang baik hati bersedia menyediakan minuman yang anda inginkan. Ada bonus lagi. Mereka yang menggunakan jasaku, setiap saat bisa melihat para perempuan molek berpakaian apa adanya sedang berlenggak-lenggok lagak bak peragawati profesional. Jika mereka berani dan cukup beruntung, sekali kerlingan mata bisa mendapatkan nomor HP atau pin BB dari salah satu perempuan itu. Kurang apalagi?
Aku hadir melengkapi segala kenyamanan yang ada. Hadirku memberi kenyamanan bagi tamu yang datang mengantri. Aku mungkin nampak biasa-biasa saja, bahkan terkesan diam membatu. Tapi itu tak membuat mereka mengindahkan niatnya untuk menggunakan jasaku. Ada yang hanya sekedar menyentuhku beberapa saat, bahkan ada yang tak segan-segan menikmatiku hingga sejam atau dua jam penuh tanpa henti.
Kadang aku hanya tertawa geli saat mendengar komentar mereka yang menikmatiku. “Empuk”, katanya. Kadang, jika dalam keadaan segar bugar, mereka bahkan berani mengajakku bermain tebak-tebakan untuk menebak tempat asalku. Salah satu dari mereka menyebut mungkin asalku dari Jepara, karena bentukku yang begitu detail dan sempurna. Satu dari yang lain mengatakan saya berasal dari Turki, karena kelembutan yang kumiliki khas Timur Tengah. Bahkan ada yang menyebutkan saya berasal dari Jerman karena kulitku yang halus dan putih.  Kata mereka saya begitu anggun tapi tak nampak lemah, saya tetap kuat menahan segala macam benturan, berapa lamapun menggunakanku mereka selalu melihat saya tetap empuk dan montok tanpa rasa sakit.
Tapi, selang beberapa saat, muka dongkol mereka mulai muncul. Sebagus apapun pelayananku, sekuat apapun menahan bobot tubuhnya, dongkol itu tetap datang. Sepertinya bukan karena pelayananku yang kurang atau karena air gratis yang habis. Terlebih lagi bukan karena perempuan-perempuan solek itu tak menarik di mata atau tak membangkitkan sisi kelaki-lakiannya sama sekali.
Sepertinya mereka sudah terlalu letih dipaksa menunggu tanpa kepastian. Menunggu hanya untuk mendengar penolakan. Menunggu hanya untuk melihat respon muka lurus tanpa rasa bersalah. Atau bahkan parahnya lagi, beberapa dari mereka tak bertemu dengan orang yang dinanti. Kesal dan meledaklah mereka akhirnya.
Akulah yang menjadi sasaran. Tak jarang pukulan mendarat di bahuku, tendangan harus melesat keras ke arah pergelangan kakiku. Bahkan jika mereka sangat kesal, ada yang tega menyiramiku dengan sengaja. Sakit rasanya. Baru saja dipuja, selang beberapa waktu saya pun harus merasakan sakit.
Apapun itu, sekalipun sakit dan nyeri yang aku dapat, tak akan pernah membuatku pergi dari tempat ini. Setiap yang dicipta punya fungsi dan kegunaan masing-masing, termasuk diriku. Fungsi dan kegunaan itu tak akan bisa aku berikan ke yang lain, jika diriku tidak berada di tempat yang tepat. Dan di sinilah tempatku yang paling tepat. Tempat yang telah dinisbahkan untukku mengabdi. Di ruang tunggu yang akhirnya tetap menjadi tempat sementara untuk menanti. Tempat menumpahkan segala sakit hati. Tanpa pernah diingat lagi. Tapi, kuingin bilang kepada mereka bahwa aku akan akan tetap berada di sudut ini menunggu dan terus menunggu mereka tanpa imbalan.

Selasa, 09 Oktober 2012

Doa Di Tahun Ke-23


Bismillahirrahmanirahim..
Segala puja puji bagi Pemilik segala keindahan di muka bumi dan segenap alam semesta. Segala cita dan cinta terhatur lembut tanpa henti pada manusia sempurna yang selalu menjadi cahaya dalam setiap kegelapan.
Hari ini genap 23 tahun umur bumi yang kunikmati selama mengitari matahari. Ya,, baru 23 tahun. Tak bisa dikatakan sebentar dan belum pantas dikatakan terlalu lama.
Aku hanya meminjam umur bumi untuk menghitung seberapa lama keberadaanku menapak kaki, melangkah dan bergerak.
Jika bisa kumeminta di umur ini. Izinkan hambaMu ini memohon kebaikanMu melalui para wali dan wakil suciMu di muka bumi.
Baikku adalah baik yang paling rendah intensitasnya. Tak pernah benar-benar ikhlas dalam berbuat, tak pernah benar-benar peduli kepada yang lain. Bahkan, terlalu sering nampak tak seperti pecintaMu.
Santunku adalah santun yang paling rendah intensitasnya. Tak pernah bisa lebih menghargai orang. Tak pernah bisa bertutur lembut untuk menggambarkan sisi keindahanMu pada diriku.
Kasihku adalah kasih yang terendah intensitasnya. Tak pernah benar-benar mengasihi sepenuh hati. Tak pernah berhenti meminta balas kasih dari yang lain.
Cerdasku adalah cerdas yang paling rendah intensitasnya. Tak pernah mampu memaknai setiap jejak rekam hidup yang Kau sajikan. Tak pernah merasa tunduk saat pengetahuan begitu melimpah di hadapan mata.
Sabarku adalah sabar yang paling rendah intensitasnya. Tak pernah mendengar lebih banyak. Tak pernah berhenti menuntut. Emosi terlampau sering menguasai.
Segala kekuranganku tak pernah Kau jadikan alasan untuk meninggalkanku, untuk menjawab setiap doaku, untuk mengijabah setiap asaku.
Segala ketidakmampuanku tak pernah Kau jadikan alasan untuk menjauhkanku dari titik cahaya kedamaian, kebenaran dan titik-titik kesempurnaan yang akan terus kurangkai di sepanjang hayatku.
Segala keangkuhanku tak pernah Kau jadikan alasan untuk berhenti memberikan setiap kemurahan hatiMu.
Jika, masih panjang usia bumi yang bisa kunikmati…
Izinkan hambaMu ini agar tetap merenungi dan mengamalkan segala nikmat pengetahuanMu.
Izinkan hambaMu ini agar tetap berada di jalan kebaikanMu, belajar demi tegakNya kemuliaanMu di muka bumi.
Izinkan hambaMu ini agar tetap berusaha menjadi yang lebih baik…
Terima kasih atas berkahMu..
Terima ksih atas kasih sayangMu..
Terima kasih atas cintaMu..
Terima kasih atas setiap hela napas yang kau berikan..
Terima kasih atas segala pelukan dan kemarahan bapak dan mama atas sikapku..
Terima kasih atas setiap beda yang kau berikan padaku dan adik-adikku..
Beda itu akan membuat kami saling mengerti..
Marah itu akan membuat kami menjadi tahu betapa kami saling peduli..
Terima kasih atas setia doa yang belum terjawab..
Karena itu menjadi caraku belajar bersabar..
Terima kasih Ilahi..

Jumat, 28 September 2012

Tentang Bicara


Berbicara memang adalah salah satu cara memberikan petanda tentang apa yang terasa. Namun, terkadang ada satu topik pembicaraan yang  sulit dimengerti oleh lain. Mungkin cara berbicara kita yang terlalu cepat, ataukah mereka yang mungkin kurang bisa peka dalam menangkap maksud dari pembicaraan kita.
Berbicara adalah salah satu cara untuk mempersatukan perbedaan-perbedaan antara dua orang atau lebih. Namun, kadang-kadang (lagi), berbicara menjadi sebuah awal dari sebuah konflik yang berkepanjangan.  Jika ada pemaknaan yang salah dari sebuah pembicaraan, maka tinggal menunggu waktu saja sebuah perseteruan akan muncul. 
Ada juga masa telinga sering mendengar pembicaraan orang lain tanpa sengaja. Dan karena tak tahan menanggung beban rahasia dari pembicaraan tersebut, maka mulutpun akan berbicara dari satu orang ke orang lain. Bukan sebuah kejelasan yang didapatkan, melainkan arah bahkan isi dari pembicaraan itu makin buram.  Keburaman ini muncul, karena mulut dan pikiran seseorang terkadang terlalu lincah memberikan bumbu penyedap di setiap pembicaraannya. Maka jadilah pembicaraan yang tingkat akurasi kebenarannya sulit lagi dipercaya.
Berbicara adalah sebuah keharusan. Entah berbicara dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah ataukah sekedar hanya untuk mengutarakan apa yang terpikir dan apa yang dirasakan. Karena segelintir orang menganggap bahwa berbicara adalah salah satu obat ampuh untuk menyembuhkan penyakit jiwa. Jangan salah paham dulu tentang penyakit jiwa ini, supaya tidak salah paham mari kita bicarakan baik-baik.
Penyakit jiwa yang saya maksud misalnya penyakit yang timbul karena menahan kerinduan terlalu lama, atau misalnya lagi penyakit jiwa karena menahan setumpuk ide dan rasa yang seharusnya disampaikan ke orang lain melalui pembicaraan penting. Sekedar menyapa pun itu merupakan obat ampuh untuk memulai pembicaraan yang awalnya dianggap tidak mungkin terjadi. Makanya mari berbicara untuk menenangkan hati.
Kedekatan dengan seseorang pun ternyata membawa dampak terhadap pemilihan topik pembicaraan. Untuk membahas keburukan kawan dalam pembicaraan yang sifatnya personalpun terkadang sulit dilakukan, karena merasa tak nyaman atau takut menyinggung perasaan kawan dekatnya. Terlalu sering menumpuk kritik bagi temannya dengan menahan suara saat berbicara, membuat kejengkelanpun meningkat. Dan akhirnya dapat ditebak ujungnya, kesalahpahaman terjadi dan pembicaraan pun tak ada lagi.
Baru merasa kehilangan, ketika tak lagi saling bicara. Dan untuk memulai sebuah fase pun begitu sulit. Ingin berbicara takut tak dipedulikan, ingin bertegur sapa takut tak terbalaskan. Tak ada yang salah jika kita semua duduk bersama untuk membicarakan semua hal. Yang salah jika ada sebuah ketidaksepakatan yang hadir dalam sebuah pembicaraan, tapi tak diutarakan dengan baik. Tak ada yang salah jika kita memulai dengan kata “hai”, yang salah jika kita tak punya niat untuk kembali menyambung pembicaraan yang sempat terputus. Mari bicara, mari mendengar. Mari membuka diri dengan setiap topik pembicaraan. Mari menjadikan pembicaraan sebagai cara untuk menilai diri kita dengan melihat arti kita di mata orang lain.







Cinta yang Belum Luar Biasa



Dia yang tak pernah terjangkau oleh raga
Tapi  tetap saja merasa dekat dengannya
Dia yang tak pernah terlihat oleh mata lahiriah
Tapi tetap saja merasa begitu sering melihatnya

Tak pernah mengikutinya beraktifitas,
Tapi tetap saja merasa dia begitu luar biasa
Tak pernah mengenalnya begitu nyata,
Tapi tetap saja merasa apa yang dia lakukan begitu berharga untuk hidupku

Inikah yang dikatakan cinta?
Mencintai kekasih yang tak pernah terlihat dan tak hanya tahu tentangnya dari orang kebanyakan
Inikah yang dikatakan cinta?
Ketika mendengar namanya, bergetar hati dan segera ingin berkorban untuknya

Cinta ini ternyata membuatku iri pada mereka yang pernah bertatap muka dengannya
Cinta ini ternyata membuatku menangis tersedu-sedu dan kesakitan mendengar setiap jejak hidupnya
Menurutku ini cinta, tapi bukan cinta yang luar biasa
Hanya saja baru memulainya

Inilah cintaku yang masih terbatas sesuai dengan apa yang kudengar tentangmu, apa yang kubaca tentang juangmu, apa yang sempat terekam dan tak terhapus oleh penguasa
Izinkan diri ini mengenalmu dan mencintaimu lebih nyata lagi..
 
Copyright (c) 2010 Tentang Cerita. Design by WPThemes Expert
Themes By Buy My Themes And Cheap Conveyancing.