Aku hanya tersenyum sambil bercoleteh dalam hati. Celoteh
ini berusaha kuarahkan untuk selalu berbaik sangka padamu. Undanganmu tak
kunjung tiba, karena akku belum memenuhi syarat untuk menginjakkan kaki ke
rumahmu.
Iya, secara penampilan aku belum santun. Pakaianku masih
sangat minim. Saya yakin ini belum sopan dan santun di matamu. Kadang nampak
soleh, tapi lebih sering nampak kurang ajar. Kadang begitu anggun, tapi lebih
sering tampil tak karuan.Aku masih jauh dari kriteria terbaikmu.
Secara materi, aku tak punya apa-apa selain ketergantungan
pada orang tua. Belum ada penghasilan yang bisa kugunakan untuk membantu yang
lain. Ketergantunganku pada orang tua masih begitu besar. Untuk hidup
sehari-hari pun, aku masih tak punya malu untuk mengemis kepada mereka. Aku
belum mampu secara materi, terlebih non materi.
Secara pengetahuan, aku tak tahu banyak tahu tentang dirimu.
Pengetahuanku hanya setitik air di dalam samudera pengetahuanmu. Aku masih jauh
di bawah orang-orang yang pernah dan sedang kau undang ke rumahmu. Aku masih
begitu bodoh dan tolol, hingga luas hijab untuk sekedar menyapamu dari
kejauhan. Jika pun kau mengundangku, aku
pasti tak bisa mengimbangi pembicaraanmu, tak bisa membalas segala kebaikanmu.
Aku selalu berpikiran baik tentangmu, karena kutahu kau
memang begitu baik. Cerita orang tentangmu membuatku yakin bahwa kau memang
begitu bijak. Maka seharusnya sebagai orang yang ingin mengunjungimu pun aku
harus berusaha menjadi baik dan bijak.
Tak perlulah aku berburuk sangka terhadap orang-orang yang
kau undang. Walaupun, tak sedikit orang yang kau undang nampak biasa-biasa
saja, bahkan terkesan memaksakan diri untuk nampak bijak di hadapanmu. Itu
bukan urusanku. Biarkan mereka bersolek, mempercantik diri. Biarkan mereka
memakai topeng segala rupa, aku tak peduli. Toh, yang berhak menghukumi
kebaikan dan segala kebijakan hanya dirimu. Kebaikan orang-orang akan kau balas
setimpal dengan kebaikanmu. Karena kau begitu bijaksana dan adil
seadil-adilnya.
Yang jelas tak pernah berhenti di setiap asa,
aku berharap mereka yang telah mengunjungimu rela memberi berkahnya sedikit
padaku. Aku hanya berharap engkau rela memberiku satu undangan untuk singgah
dan menikmati segala jamuan kebaikanmu. Aku hanya ingin lebih dekat denganmu,
tak sekedar memandang rumahmu dari kejauhan. Tapi, benar-benar berada dalam
rumah kasihmu.
Ini suratku kepadaMu..
Maaf atas ketidaksopananku mengirim surat ini.
Ketidasopananku berbincang denganmu melalui surat layaknya berbincang dengan
rekan sejawat.
Bukan itu maksudku. Aku tak bermaksud merendahkanmu dengan cara
ini. Bukan sama sekali.
Aku hanya ingin begitu dekat denganMu..
Aku hanya ingin merasa begitu mudah bercerita denganMu..
Maaf..
Engkau tahu betapa inginnya diriku berkunjung ke
BaitullahMu. Mudahkan jalan itu, segerakanlah undanganMu padaku.
Maaf sekali lagi, jika aku terkesan memaksa.
Karena Engkau Maha pemurah dari segala pemurah yang ada.
Engkaulah Maha terbijak di antara yang bijak. Engkaulah yang paling dermawan di
antara para dermawan.
Ijabalah suratku dengan undanganMu,, ya Ilahi…