Pages

Rabu, 07 November 2012

Undangan Penting Yang Tak Kunjung Tiba

Aku iri pada mereka. Mereka yang pernah berkunjung ke rumahmu. Bahkan banyak di antaranya yang telah berkali-kali menginjakkan kaki, menikmati indahnya jamuanmu. Sedangkan, aku hanya bisa menatap dari kejauhan. Hanya mampu mendengar cerita dari orang yang beruntung itu tentang betapa ramahnya dirimu, betapa murah senyum dirimu, betapa sabarnya dirimu mendengar keluh kesah para tamu, dan betapa luar biasanya jamuan yang kau berikan.
Aku hanya tersenyum sambil bercoleteh dalam hati. Celoteh ini berusaha kuarahkan untuk selalu berbaik sangka padamu. Undanganmu tak kunjung tiba, karena akku belum memenuhi syarat untuk menginjakkan kaki ke rumahmu.
Iya, secara penampilan aku belum santun. Pakaianku masih sangat minim. Saya yakin ini belum sopan dan santun di matamu. Kadang nampak soleh, tapi lebih sering nampak kurang ajar. Kadang begitu anggun, tapi lebih sering tampil tak karuan.Aku masih jauh dari kriteria terbaikmu.
Secara materi, aku tak punya apa-apa selain ketergantungan pada orang tua. Belum ada penghasilan yang bisa kugunakan untuk membantu yang lain. Ketergantunganku pada orang tua masih begitu besar. Untuk hidup sehari-hari pun, aku masih tak punya malu untuk mengemis kepada mereka. Aku belum mampu secara materi, terlebih non materi.
Secara pengetahuan, aku tak tahu banyak tahu tentang dirimu. Pengetahuanku hanya setitik air di dalam samudera pengetahuanmu. Aku masih jauh di bawah orang-orang yang pernah dan sedang kau undang ke rumahmu. Aku masih begitu bodoh dan tolol, hingga luas hijab untuk sekedar menyapamu dari kejauhan.  Jika pun kau mengundangku, aku pasti tak bisa mengimbangi pembicaraanmu, tak bisa membalas segala kebaikanmu.
Aku selalu berpikiran baik tentangmu, karena kutahu kau memang begitu baik. Cerita orang tentangmu membuatku yakin bahwa kau memang begitu bijak. Maka seharusnya sebagai orang yang ingin mengunjungimu pun aku harus berusaha menjadi baik dan bijak.
Tak perlulah aku berburuk sangka terhadap orang-orang yang kau undang. Walaupun, tak sedikit orang yang kau undang nampak biasa-biasa saja, bahkan terkesan memaksakan diri untuk nampak bijak di hadapanmu. Itu bukan urusanku. Biarkan mereka bersolek, mempercantik diri. Biarkan mereka memakai topeng segala rupa, aku tak peduli. Toh, yang berhak menghukumi kebaikan dan segala kebijakan hanya dirimu. Kebaikan orang-orang akan kau balas setimpal dengan kebaikanmu. Karena kau begitu bijaksana dan adil seadil-adilnya.
Yang jelas tak pernah berhenti di setiap asa, aku berharap mereka yang telah mengunjungimu rela memberi berkahnya sedikit padaku. Aku hanya berharap engkau rela memberiku satu undangan untuk singgah dan menikmati segala jamuan kebaikanmu. Aku hanya ingin lebih dekat denganmu, tak sekedar memandang rumahmu dari kejauhan. Tapi, benar-benar berada dalam rumah kasihmu.

Ini suratku kepadaMu..
Maaf atas ketidaksopananku mengirim surat ini. Ketidasopananku berbincang denganmu melalui surat layaknya berbincang dengan rekan sejawat.
Bukan itu maksudku. Aku tak bermaksud merendahkanmu dengan cara ini. Bukan sama sekali.
Aku hanya ingin begitu dekat denganMu..
Aku hanya ingin merasa begitu mudah bercerita denganMu..
Maaf..
Engkau tahu betapa inginnya diriku berkunjung ke BaitullahMu. Mudahkan jalan itu, segerakanlah undanganMu padaku.
Maaf sekali lagi, jika aku terkesan memaksa.
Karena Engkau Maha pemurah dari segala pemurah yang ada. Engkaulah Maha terbijak di antara yang bijak. Engkaulah yang paling dermawan di antara para dermawan.
Ijabalah suratku dengan undanganMu,, ya Ilahi…
 
Copyright (c) 2010 Tentang Cerita. Design by WPThemes Expert
Themes By Buy My Themes And Cheap Conveyancing.